Sabtu, 01 Maret 2008

Berkaca pada Chao Phraya


Warga Sumatera Selatan sah-sah saja mengklaim Sungai Musi sebagai Venesia dari Timur. Sama seperti halnya warga Jawa Barat mengklaim Bandung sebagai Parijs van Java. Namun, benarkah tidak ada sungai lain lagikah yang mendekati keindahan Venesia, Italia?

Warga Bangkok sejak lama pula menyebut Sungai Chao Phraya sebagai gambaran Venesia dari Timur. Pada siang hari, sungai diramaikan penduduk yang berdagang. Matahari yang bersinar berkilau memantul dari sungai itu. Sejumlah perahu pedagang berseliweran. Saat malam tiba, sungai terlihat indah oleh pantulan lampu-lampu rumah penduduk di pinggir sungai yang sungguh menakjubkan.

Sungai Chao Phraya merupakan pertemuan dari empat sungai kecil Ping, Wang, Yom, dan Nan di daerah Nakhon Sawan yang berada di wilayah utara Thailand. Panjang Sungai Chao Phraya diperkirakan mencapai 300 kilometer hingga bermuara di Teluk Thailand.

Sungai Chao Phraya berfungsi mulai dari untuk irigasi, pasar terapung, dan menjadi tulang punggung transportasi penduduk sekitar melalui kanal-kanal yang ada. Sungai ini menjadi sarana transportasi yang sangat vital sejak Kota Bangkok didirikan tahun 1782. Denyut nadi kehidupan Bangkok ada di sungai itu.

Jumlah kanal memang tidak sebanyak di Venesia, namun keberadaan kanal-kanal itu membuat para pendatang, terutama dari Eropa, menyebutnya Venesia dari Timur. Mirip sekali dengan kanal-kanal yang ada di Venesia, kanal-kanal di Bangkok memasuki kampung-kampung di kota itu. Kapal-kapal tradisional banyak terdapat di kanal-kanal itu.

Menuju sungai itu dari pusat Kota Bangkok sangatlah mudah. Untuk mencapai salah satu pinggir Sungai Chao Phraya, bisa menggunakan fasilitas kereta ringan (mass rapid transit) yang dikelola Bangkok Transit System (BTS). Dari berbagai tempat yang dilayani BTS, kita bisa menuju tempat itu dengan terlebih dulu menuju Sentral BTS di Siam setelah itu berpindah kereta yang bertujuan Stasiun Saphan Thaksin.

Stasiun ini merupakan salah satu ujung dari jalur BTS yang menuju tepi Sungai Chao Phraya. Ketika keluar dari stasiun kereta itu, kita akan langsung ditawari sejumlah paket wisata menyusuri Chao Phraya oleh biro wisata.

Penawaran paket wisata menyusuri Sungai Chao Phraya dengan harga 400 baht terbilang komplit lantaran meliputi kapal, pemandu, dan tiket untuk memasuki tempat wisata. Dengan tambahan pembayaran, kita bisa mendatangi berbagai tempat di tepi sungai itu.

Wisatawan akan diberi sajian pemandangan berupa bangunan yang berada di pinggir sungai, ada Candi Budha seperti Temple of Dawn atau Wat Arun, Wat Mahathat yang merupakan pusat kesarjanaan Budha, dan Wat Kalayanam.

Sejarah Thailand terefleksi dalam Benteng Vichai Prasit, Sekolah Pertama untuk Perempuan (Rajini School), Kantor Pusat Angkatan Laut Kerajaan Thailand, dan Istana Raja yang berdekatan dengan Candi Emmerald Budha.

Kapal yang disediakan bagi wisatawan mulai dari kapal kecil mirip kano hingga kapal besar yang bisa ditumpangi puluhan orang. Kapal-kapal yang berdesain tradisional mendominasi angkutan wisata di tempat itu. Dengan kapal mesin bermotor, wisatawan diajak untuk menyusuri Sungai Chao Phraya yang sangat lebar dan luas.

Bila ingin mendapatkan kapal yang murah, wisatawan bisa menaiki Kapal Chao Phraya Express yang melayani Wat Ratsingkhon dekat Jembatan Krungthep di Distrik Yannawa dan tugu jam Nonthaburi, utara Bangkok. Perjalanan penuh dengan kapal ini selama 40 menit dan menawarkan sekilas pemandangan candi di pinggir sungai, gereja, istana berupa perahu.

Kapal ini melayani wisatawan setiap hari mulai dari jam 5.30 hingga pukul 18.00 dengan tarif antara 4 dan 9 baht, tergantung panjang perjalanan. Pada hari sibuk, kapal ini hanya menyinggahi beberapa tempat dan tarifnya bisa mencapai 10 baht.

Sepuluh tahun yang lalu Sungai Chao Phraya bisa menyebabkan banjir. Akan tetapi, setelah dibangun pintu-pintu air di ujung kanal, kini Sungai Chao Phraya tak lagi menyebabkan banjir. Tentu saja pembuatan pintu-pintu air direncanakan dengan matang.

Tidak hanya menyusuri sungai besarnya saja, pemandu juga mengajak para wisatawan memasuki kanal-kanal sungai, atau dalam bahasa setempat disebut klong, yang sempit. Di Chao Phraya meski banyak rumah yang berdiri di pinggir sungai, tidak ada kotoran maupun sampah yang mengapung. Semua bersih, tak ada pula WC umum yang nangkring di pinggir sungai. Wisatawan tak sekali pun mencium bau busuk di kanal-kanal sempit.

Saat memasuki kanal itu pemandu menawari wisatawan untuk pergi ke sejumlah tempat, dari mulai tempat pembiakan ikan hingga restoran di pinggir kanal. Di tempat pembiakan ikan, wisatawan ditawari untuk memberi makan ikan.

Bila ingin cendera mata, kapal kecil di pinggir sungai juga siap melayani. Tentusa aja bukan cendera mata import dari Cina yang biasanya murah namun rendah kualitasnya. Mereka akan mendekat dan menawari wisatawan berbagai jenis cendera mata, mulai dari kapal, bunga, kipas, dan lain-lain. yang pasti, cendera mata yang dijual benar-benar khas budaya lokal.

Tentu saja Sungai Musi punya potensi menyaingi wisata Sungai Chao Praya. Sepanjang pemerintah dan masyarakat Palembang mau bekerja keras dalam jangka panjang untuk mencapainya. Karena tantangan Wisata Sungai Musi jauh lebih banyak ketimbang Sungai Chao Praya. Sebut saja lokasinya yang tidak di ibukota negara, atau di provinsi yang sejak lama terkenal karena pariwisatanya seperti Bali dan Yogyakarta. Belum lagi infrastruktur yan masih harus dibenahi, ditambah kepedulian masyarakat luas mengusung program wisata Sungai Musi.

Kita tidak perlu jauh-jauh belajar dari Venesia yang memang terkenal di seluruh dunia sejak lama. Pemerintah daerah bisa belajar dari Chao Praya. Dan tidak usah gengsi bila Sungai Musi kemudian dikenal sebagai Chao Praya dari Indonesia.

(bhai)



Tidak ada komentar: