Sabtu, 15 Maret 2008

Wajah Musi Kiwari



Wajah Musi Kiwari

Apa kabar Sungai Musi? Tanpa Musi, sepertinya kota Palembang tak akan sehidup sekarang. Seperti Mesir tanpa Sungai Nil. Tidak aneh jika program wisata provinsi Sumsel kali ini menyeret-nyeret nama Musi. Sebab apalagi yang dapat dijadikan maskot wisata Provinsi Sumsel.

Sasaran utama wisatawan ketika ke Palembang adalah melongok sungai yang panjangnya 460 Km membelah Provinsi Sumatera Selatan dari timur ke barat itu. Terutama di kawasan sekitar Jembatan Ampera.

Jika tanpa pemandu orang Palembang mungkin saya akan kebingungan jalan-jalan di sekitar Musi, Jumat (7/3). Setelah memarkir mobil di sekitar Benteng Kuto Besak, wisatawan tidak akan langsung mendapat petunjuk harus ke mana untuk mengarungi Musi. Tak ada papan-papan petunjuk informasi yang membimbing wisatawan seperti yang biasanya ketika kita berada di daerah tujuan wisata.

Sebelum sampai ke dermaga tempat bersandarnya KM Putri Kembang Dadar, wisatawan akan banyak didatangi tukang-tukang ketek dan speedboat yang menawari jasa mereka dengan bermacam harga. Cukup getol juga usaha mereka merayu wisatawan walaupun tak sampai memaksa.

Ternyata bukan hal mudah untuk menikmati fasilitas kapal pemda itu. Selain harus merogoh saku sebesar Rp70 ribu per orang, kita juga harus bersabar menunggu kapal penuh hingga lebih dari 70 orang. Ketidakjelasan waktu keberangkatan KM Putri Kembang Dadar yang sering disebut-sebut di Internet itu, sering membuat wisatawan menelan pil kecewa. Alhasil, buat wisatawan yang tak punya waktu banyak harus mencari alternatif lain, yakni perahu ketek dan speedboat.

Udin (25) yang bekerja tiga tahun sebagai penarik ketek menawarkan harga Rp70 ribu untuk pulang pergi dengan keteknya. Menurutnya, harga itu sudah harga murah karena kebetulan sedang sepi. Biasanya kalau ramai, dia akan memasang tarif di atas Rp100 ribu untuk borongan ketek. Waktunya dibatasi tidak lebih dari setengah jam.

Sementara itu, Ali (30) menawarkan harga Rp150 ribu untuk speedboatnya. Setelah melalui tawar menawar akhirnya disepakati harga Rp120 ribu untuk pulang pergi ke Pulau Kemaro. Harga ini bisa diperoleh wistawan bila bepergian dengan orang Palembang dan bisa bahasa setempat sehingga tawar menawar lebih alot. Untuk wisatawan yang tidak didampingin penduduk local, siap-siap saja harus merogoh saku hingga Rp200 ribu untuk paket pulang pergi ke Pulau Kemaro menggunakan speedboat.

Jadi, tips agar wisatawan untuk naik perahu di Sungai Musi, ajaklah teman warga Palembang yang dapat berbahasa setempat. Apalagi orang Palembang terkenal sangat pintar menawar harga.

Bau Pesing

Satu hal yang amat menganggu ketika berjalan-jalan di sekitar kolong jembatan Ampera adalah aroma tak sedap alias bau pesing. Apalagi jika berjlaan ke sekitar putaran jalan angkot. Siapapun bisa melihat beberapa supir angkot kencing sembarangan. Meskipun ada beberapa WC umum berdiri, sepertinya kesadaran untuk menggunakan fasilitas umum itu belum tinggi.

Bukan hanya bau pesing, mulai dari pelataran BKB hingga pangkal (bawah Ampera) jarang kita temui tong sampah. Sangat sulit buat beberapa orang yang ingin membuang sampah. Untungnya ada beberapa petugas kebersihan yang rajin menyapu. Tapi untuk mendidik masyarakat, sebaiknya sediakan lebih banyak lagi tong sampah, agar tidak menunggu disapu petugas atau terbuang ke Sungai musi.

Bau pesing juga akan tercium bila kita berjalan sampai ke pelataran pasar 16 ilir. Pemandangan orang buang air kecil sembarangan sepertinya hal yang biasa di sekitar deretan perahu-perahu itu. Sepertinya, pemda setempat benar-benar harus menerapkan aturan yang melarang orang-orang buang air kecil di sekitar jembatan Ampera.

Sementara eceng gondok pun merayapi sisi sungai Musi, bersaing dengan sampah-sampah non-organik.

“Sebenarnya kawasan ini sudah dibersihkan dari eceng gondok. Tapi tidak bisa dihilangkan begitu saja akrena ada kiriman eceng gondok terus menerus dari hulu sungai,” kata Mulyadi, seorang warga Palembang.

Dan di antara perahu-perahu, bau pesing, eceng gondok, kita masih dapat melihat anak-anak Palembang berenang riang di Sungai Musi bertelanjang dada.

Warung Terapung

Di antara deretan kapal-kapal kecil yang merapat di kawasan 16 Ilir, kita akan menemukan sejumlah warung terapung. Jika memiliki kocek lebih, wisatawan silakan mengunjungi restoran terapung legenda yang sangat terkenal namanya di Internet. Tapi saya tidak tertarik ke legenda karena rekomendasi teman-teman saya soal kualitas rasa yang tak sebanding dengan harganya di restoran itu.

Wistawan dapat merasakan pengalaman makan dan minum di atas sungai Musi dengan masuk ke warung-warung terapung yang terdapat di sana. Salah satunya adalah Warung Nasi Sri.

Warung terapung milik Sri ini baru berdiri sekitar dua tahun. “Sebelumnya saya sudah dagang di darat sejak 25 tahun lalu. Tapi ketika ada ‘badai Santana’ kami harus pindah ke sini,” kata . Badai Santana yang dimaksud adalah kebijakan Walikota Palembang Santana untuk membersihkan kawasan kolong Jembatan Ampera pada 2005, yang berdekatan dengan datangnya Tsunami di Aceh.

Apa yang khas di warung Sri selain goyangan perahunya?

“Makanan istimewa kami adalah pindang ikan. Pindang ayam dan pindang tulang. Biasanya sih yang beli ya orang-orang dari pasar 16 ilir atau dari ketek-ketek. Ada juga dari wisatawan,” kata Sri.

Bagi wisatawan yang baru berkunjung ke Musi, ada baiknya memang menanyakan lebih dulu harga makanan yang akan disantapnya. Seperti diakui Sri sendiri, dia menjual pindang ikan seharga Rp15 ribu kepada tamu yang datang seperti wistawan. Padahal biasanya dia hanya menjual Rp7 ribu.

Entah alasan apa dia harus memberi harga tinggi kepada wistawan. Padahal, sebagai tamu, mestinya wistawan dijamu dengan baik. Bukannya malah diporoti.

Menurut Raphael Alexander (29) warga Cindei, Palembang, harga-harga di warung terapung memang terbilang mahal. Bukan hanya untuk wisatawan, tapi juga buat orang lokal sepertinya. Dia mengaku sempat kecele dengan segelas kopi seharga Rp2 ribu, padahal biasanya hanya Rp1000.

Nak mati nian. Negiti rego sampe mak itu. Lemakla meli kopi dewek, muat dewek,” tambah Raphael.

(bhai)

Tidak ada komentar: